Senin, 21 Mei 2012
Minggu, 18 Maret 2012
sosiologi liuistik
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam pembicaraan
mengenai variasi bahasa kita berbincang tentang satu bahasa yang memiliki
berbagai variasi berkenaan dengan penutur dan penggunaannya secara konkret.
Begitulah dalam pembicaraan variasi bahasa itu kita berkenalan dengan idiolek,
dialek, sosiolek, kronolek, fungsiolek, ragam, dan register. Pembicaraan
tentang variasi bahas itu tidak lengkap bila tidak disertai dengan pembicaraan
tentang jenis bahasa yang juga dilihat secara sosiolinguistik. Hanya bedanya
dalam pembicaraan jenis ini kita bukan hanya berurusan dengan suatu bahasa,
serta variasinya, juga berurusan dengan sejumalh bahasa, baik yang dimiliki
repertoire satu masyarakat tutur maupun yang dimiliki dan digunakan oleh
sejumlah masyarakat tutur.
Penjenisan bahasa
secara sosiolinguistik tidak sama dengan penjenisan (klasifikasi) bahasa secara
geneologis (genetis) maupun tipologis. Penjenisan atau klasifikasi secara
genelogis dan tipologis berkenaan dengan cirri-cir internal bahasa – bahasa
itu, ssedangkan penjenisa secara sosiolinguistik berkenaan dengan factor-faktor
eksternal bahasa atau bahasa – bahasa itu yakni factor sosiologis, politis, dan
kultur.
B. Rumusan
Masalah
1. apa yang dimaksud
dengan sosiolinguistik.?
2. Apakah sosiolinguistik
mempelajari dari kultur bahasa.?
3. Bagaimana cara kita
mempelajarinya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis bahasa
berdasarkan Sosiologis
Penjenisan berdasarkan
faktor sosiologis, artinya, penjenisan itu tidak terbatas pada struktur
internal bahasa, tetapi juga bredasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem
linguistik lain, dan pewarisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Penjenisan secara sosioligis ini penting untuk menentukan satu system inguistik
tertentu, misalnya sebagai bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya.
Stweart (dalam
fishman(ed) 1986) menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa secara
sosiologis, yaitu :
1) Standardisasi
2) Otonomi
3) Historisatis
4) Vitalitas.
Keempat faktor itu
oleh Fishman (1972 : 18) disebut sebagai jenis sikap dan eprilaku tehadap
bahasa. Secara singkat keempat dasar itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
Standardisasi, atau pembakuan adalah
adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oelh masyarakat pemakai
bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian “
bahasa yang benar “.
Jadi. Standardisasi
ini mempersoalkan apakah sebuah bahas amemiliki kaidah atau norma yang yang
dikodifikasikan atau yang tidak diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan
dasar dalam pengajaran bahasa, baik sebagai bahasa yang pertama maupun bahas
ayang kedua. Siapakah yang harus membuat kodifikasi itu?. Pengkodifikasian
pada dasrnya merupakan tugas para pakar dan mereka yang dalam pekerjaan
sehari-hari secara professional berurusan dengan bahasa, seperti para
pengarang, guru, wartawan, pakar bahasa dan sebagainya. Kodifikasi ini tentunya
harus diterima oleh masyarakat berupa penerimaan kaidah-kaidah itu serta
dibantu oleh pemerintah untuk memasyarakatkan kaidah-kaidah tadi.
Otonom, dalam penjenisan
sosiologis ini adalah otonomi atau keotonomian. Sebuah system linguistic
disebut mempunyai keotonomian kalu system yang tidak bekaiatan dengan bahasa
lain. Jadi, kalau ada dua sistem linguistikatau lebih tidak mempunyai hubungan
kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki keotonomian mansing-masing.
Umpanya. Bahasa inggris dan bahsa jawa keduanya mempunyai keotonomian sendiri-sendiri.
Kalau dua system linguistic atau lebih memiliki hubungan kesejarahan, tetapi
keduanya memiliki sejumlah perbedaaan struktur, maka dalam hal ini
keotonomiannya masih tampak. Misalnya, bahasa Indonesia (di Indonesia) dan
bahasa Malaysia (di Malaysia) mempunyai hubungan kesejarahan, yaitu sama-sama
dari bahasa Melayu, namun keduanya mempunyai keotonomian masing-masing.
Mengapa?? Karena perbedaan-perbedaan stuktur yang terdapat diantara keduanya
sangat jelas. Keduanya mempunyai kodifikasi masing-masing, dan tradisi
kesusastraan masing-masing, yang menandai keduanya juga mempunyai pembakuan
masing-massinng. Bahasa yang telah mengalami usaha pembakuan adalah bahas yang
otonom. Perlu ditekankan bahwa keotonomian sebuah bahasa bukan dating sendiri,
melainkan harus diusahakan, lebih-lebih untuk ragam baku bahhasa tulis.
Historisatis,
dalam penjenisan sosiologi bahasa adala factor historisitas atau kesejarahan.
Sebuah system linguistic dianggap mempunyai historisitas kalau diketahui atau
dipercaya sebagai hasil perkembbangna uang normal pada maa yag lalu. Factor
kesejarahan ini berkaitan dengan tradisi dari etnik tertentu. Jadi, factor
historisitas ini mempersoalkan, apakah system linguistic itu tumbuh melalui
pemakaian oleh kelompok etnik atau social tertentu atau tidak. Para penutur
suatu system linguistic yang nenliki unsure kesejarahan mempunyai kemungkinan
untuk menguasai bahasa yang kedua, yaitu bahasa lain yang bukan bahasa ibunya.
Bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia mempunyai unsur kesejarahan.
Bahasa Jawa dan bahasa Sunda jelas ada unsur kesejarahannya dan jelas ada
kelompok etnik yang mendukungnya. Bagaimana dengan bahasa Indonesia? Bahwa
bahsa Indonesia memiliki unsur kesejarahan dapat kita lihat dari
kebijakan yang ada dalam pedoman pembentukan istilah. Dalam oedoman itu
disebutkan bahwa untuk menciptakan istilah baru pertama-tama kita harus mencari
dari kosakata bahasa Indonesia yang ada sekarang, kalau tidak ada harus dicari
dari kosakata bahasa Indonesia yang sudah lama, yang sudah tidak dipakai.
Vitalitas,dalam penjenisan
bahasa secara sosiologis adalah factor vitalitas atau keterpakaian. Menurut
Fishman (1968:536) yang dimaksud dengan vitalitas adalah pemakaian system
linguistic oleh satu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur
vitalitas ini mempersoalkan apaka system linguistic tersebut memiliki penutur
asli ayng amsih menggunakan atau tidak. Bahas Jawa dan bahasa Bali dewasa ini
jelas masih ada penutur aslinya. Tetapi bahasa Latin dan bahasa sansekerta
dewasa ini tidak ada penutr aslinya lagi. Dengan demikan dapat dikatakan bahasa
Jawa dan bahasa sansekerta tidak memiliki vitalitas lagi. Sebuah bahasa bisa
saja kehilangan vitalitasnya kalau para penutur aslinya telah musnah atau telah
meninggalkannya. Namun bisa juga sebuah bahasa yang sudah kehilangan
vitalitasnya menjadi mempunyai vitalitas lagi kalau ada kesadaran dan usaha
dari para “ahli waris” untuk menggunakannya kembal. Misalnya, bahasa Ibrani di
Israel.[1]
B. Jenis Bahasa
Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap
politik atau sosial politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional,
bahasa resmi, bahasa Negara, dan bahasa persatuan. Pembedaan ini dikatakan
berdasarkan sikap sosial politik karena sangat erat dengan kepentingan
kebangsaan. Ada kemungkinan keempat jenis bahasa yang disebutkan itu mengacu
pada sebuah sistem linguistik yang sama, dan ada kemungkinan pula pada sistem
yang berbeda. Di Indonesia keempat jenis bahasa itu mengacu pada satu sistem
linguistik yang sama, sedangkan di India, di Filipina, dan di Singapura tidak.
Sebuah sistem
linguistik disebut sebagai bahasa nasional, seringkali juga disebut bahasa
nasional, seringkali juga disebut sebagai bahasa kebangsaan, adalah kalau
sistem linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan)
sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu. Bahasa Indonesia, yang
berasal dari bahasa melayu, adalah bahasa nasional bagi bangsa Indonesia,
bahasa Pilipina adalah bahasa nasional bagi bangsa Pilipina. Bahasa Malaysia
adalah bahasa nasional bagi bangsa Malaysia, dan bahasa melayu adalah bahasa
bahasa nasional bagi bangsa singapura. Jadi, bangsa Indonesia dikenal sebagai
suatu bangsa adalah, antara lain : karena bahasa Indonesianya dan bangsa
Filipina dikenal sebagai suatu bangsa adalah karena bahasa Pilipinanya.
Pengangkatan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa nasioanl adalah berkat
sikap dan pemikiran politik, yaitu agar dikenal sebagai sebuah bangsa (dengan
Negara yang berdaulat dan berpemerintahan sendiri) berbeda dengan bangsa lainnya.
Pengangkatan sebuah sistem limguistik, yang ada pada masyarakat multilingual,
menjadi sebuah bahasa nasional, bisa berrjalan dengan mulus, tetapi juga bisa
penuh dengan hambatan.
Di Indonesia
pengangkatan bahasa nasional itu beerjalan mulus, dalam arti, tidak ada
keberatan dari suku-suku bangsa yang ada di Indonesia. Hal ini karena bahasa
Melayu yang diangkat menjadi bahasa nasional itu, telah berabad - abad lamanya
menjadi lingua franca diseluruh wilayah Nusantara.
Yang dimaksud dengan
bahasa Negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang –
undang dasar sebuah Negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi
kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, adminstrasi kenegaraan, dan
kegiatan kenegaraan dijalankan dengam menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan
penetapan sebuah sistem limguistik menjadi bahasa Negara biasanya dikaitkan
dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah
Negara itu. Misalnya, di Indonesia yang dijadikan bahasa Negara (ditetapkan
dalam undang – undang dasar 1945) adalah bahasa Indonesia, yang pada mulanya
ketika masih bernama bahasa Melayu telah dipakai secara luas, sebagai lingua
franca, di seluruh wilayah Indonesia. Bagi bangsa Filipina mereka tidak
mengangkat bahasa Tagalog, karena bahasa Tagalog itu tidak dipakai secara
merata di seluruh wilayah Filipina[2]
C. Jenis
Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap
pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa
kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu dan
bahasa pertama adalah mengacu pada satu sistem linguistik yang sama. Yang
disebut bahasa ibu adalah satu system linguistic yang pertama kali dipelajari
secara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara seorang anak. Umpamanya,
bahasa ibu penduduk asli penduduk di lereng Gunung Merapi adalah bahsa Jawa dan
bahasa ibu penduduk asli di tepi Danau Batur adalah bahasa Bali. Bahas ibu
tidak mengacu pada bahasa yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu,
melainkan mengacu pada bahasa yang dipelajari seorang anak dalam keluarga yang
mengasuhnya.
Dibawah ini di kota – kota besar di Indonesia,
seperti di Jakarta dan Surabaya, banyak trjadi dimana ayah dan ibu menggunakan
bahasa daerah jika bercakap-cakap berdua, tetapi mnggunakan bahasa Indonesia
bila becakap denag anak mereka. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahasa ibu si
anak adalah bahasa Indonesia, karena bahasa itulah yang dipelajri si anak dari
ibunya atau keluarganya.
Bahasa ibu lazim juga
disebut bahasa pertama karena bahasa itulah uang pertama –tama dipelajarinya.
Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya, maka
bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua. Andaikata kemudian si
anak mempelajari bahasa lainnya lagi, maka bahasa yang dipelajari terakhir ini
disebut bahasa ketiga. Begitu pula selanjutnya, ada kemungkinan seorang anak
mempelajari bahasa keempat, kelima, dan seterusnya. Pada umumnya, bahasa
pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing – masing.
Sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua karena baru dipelajari ketika
masuk sekolah, dan ketika dia sudah menguasai bahasa ibunya, kecuali mereka
yang sejak bayi sudah mempelajari bahasa Indonesia dari ibunya.
Yang disebut bahasa
asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Disamping itu
penanaman bahasa asing ini juga bersifat politis, yaitu bahasa yang digunakan
oleh bangsa lain. Maka itu bahasa Malaysia, bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa
Cina adalah asing bagi bangsa Indonesia. Sebuah bahasa asing, bahasa yang bukan
milik suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) dapat menjadi bahasa kedua. Kalau
dipelajari setelah menguasai bahasa ibu seperti pada kebanyakan penutur di
India, di Malaysia, dan di Filipina. Bisa juga menjadi bahasa Negara kalau bahasa
asing itu digunakan untuk menjalankan administrasi kenegaraan dan kegiatan
kenegaraan lainnya. Sebuah bahasa asing dapat juga menjadi bahasa pertama bagi
seorang anak kalau anak itu “tercerabut” dari bumi negaranya dan menggunakan
bahasa itu sejak bayinya.[3]
BAB
III
PENUTP
A.
KESIMPULAN
Pembahasan diatas menerangkan tentang
berbagai jenis dan faktor yang mengacu pada suatu sistem luistik tersebut. Penjenisan secara sosioligis ini penting
untuk menentukan satu sistem inguistik tertentu, misalnya sebagai bahasa resmi
kenegaraan, dan sebagainya.
Berdasarkan
sikap politik atau sosial politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional,
bahasa resmi, bahasa Negara, dan bahasa persatuan. Pembedaan ini dikatakan
berdasarkan sikap sosial politik karena sangat erat dengan kepentingan
kebangsaan.
Berdasarkan tahap
pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahasa
kedua (ketiga dan seterusnya), dan bahasa asing. Penanaman bahasa ibu dan
bahasa pertama adalah mengacu pada satu system linguistic yang sama.
Jadi kesimpulannya di atas bahasa
merupakn sistem linguistik atau alat untuk menentukan suatu bahasa manusia,
dalam berkomonikasi bebagai kepentingannya.
Selasa, 13 Maret 2012
SOSIOLINGUISTIK
I.
PENGERTIAN
SOSIOLINGUISTIK
Sosiolinguistik paduan antara sosiologi dan linguistik. Keduanya saling
berkaitan erat. Sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan
dengan kondisi kemasyarakatan. Sosiolinguistik pengkajian bahasa itu sendiri
dan fungsinya dalam masyarakat (sosiologis). Yang dikaji adalah pengaruh
masyarakat atas bahasa, fungsi bahasa dalam masyarakat, cara-cara menggunakan
bahasa oleh dan dalam masyarakat. Pemakaian bahasa itu tentu mempunyai berbagai
aspek, seperti jumlah, sikap, adat istiadat dan budaya.
1.
Menurut Harimurti Kridalaksana, sosiolinguistik
adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antar
perilaku bahasa dan perilaku sosial (1983: 156). Sosiolinguistik bukan saja
menyoroti masalah bahasa dalam suatu masyarakat melainkan bahasa dengan
perilaku sosial. Dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa dipandang sebagai
sistem sosial dan sistem komunikasi serta bagian kebudayaan masyarakat, antar
bahasa dengan budaya dan masyarakat penuturnya tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya atau tidak dapat berdiri sendiri.
2. Suwito,(1997:
56) menjelaskan bahwa masalah-masalah sosiolinguistik:
a. Identitas
sosial dari penutur,
b. Identitas
sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi,
c. Lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi,
d. Analisis
sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial,
e. Penilaian
sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran,
f. Tingkatan
variasi dan ragam linguistik, dan
g. Penerapan
praktis dari penelitian sosiolinguistik. ()
3. Abdul Chaer
dan Leonie Agustina (2004: 4) berpendapat bahwa sosiolinguistik adalah cabang
ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan
objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam
suatu masyarakat tutur.
4. Pride &
Holmes, sosiolinguistik adalah kajian bahasa sebagai bagian dari kebudayaan dan
bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan dan masyarakat dan masyarakat tidak
dapat berdiri sendiri. Sosiolinguistik adalah ilmu yang meneliti dua aspek hubungan timbal
-balik antara bahasa dengan perilaku organisasi social (J.A. Fisman, 1972 )
5.
Sosiolinguistik
adalah pendekatan terhadap penelitian bahasa yang memusatkan perhatiannya
kepada bahasa yang dipakai dalam masyarakat bahasa (speech community) dengan
tujuan untuk menghasilkan suatu teori bahasa yang mantap untuk membenarkan,
memerikan, dan menjelaskan data (W. Labov, 1970)
6.
Sosiolinguistik
adalah studi bahasa dalam perspektif social dan kerangka program tentang
pemerian dan klasifikasi konteks situasi yang khas dalam suatu konteks budaya
serta tipe-tipe fungsi bahasa di dalam konteks situasi (Halliday, 1973)
Jadi Sosiolinguistik
adalah studi bahasa yang dipakai oleh masyarakat untuk mendapatkan gambaran
pemakaian masyarakat pemakai bahasa dengan segala aspek yang
melatarbelakanginya. Sosiolinguistik menekankan pada gejala dan kelompok
masyarakat dalam kaitannya dengan bahasa, masyarakt memberi corak dan warna
tertentu terhadap system pemakaian bahasa dan bahasa akan mengikuti perilaku
masyarakat dan kadar kelancaran hubungan antar kelompok. Sosiolinguistik tidak
menekankan pada bahasa atau masyarakatnya saja, tetapi hubungan timbale-balik
antara bahasa dan masyarakat.
Sehingga penelitian-penelitian bahasa itu selalu memperhitungkan
faktor-faktor lain di luar bahasa, seperti faktor sosial yang meliputi: status
sosial, umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dsb. Sedang faktor situasional
misalnya siapa pembicara, kepada siapa ia berbicara, kapan, dimana, mengenai
masalah apa.
II. BIDANG SOSIOLINGUISTIK
1.Makro Sosiolinguistik: adalah studi bahasa
dalam hubungannya dengan masyarakat dan kebudayaan dalam arti yang
seluas-luasnya.
Obyek penelitiannya antara lain:
1) Faktor kemasyarakatan yaitu interaksi
antara bahasa dan dialek,
2) studi tentang kemunduran dan stabilisasi
bahasa minoritas,
3) stabilitas perkembangan kedwibahasaan
dalam kelompok tertentu,
4) Pembakuan bahasa,
5) perencanaan, pembinaan dan pengembangan
bahasa di Negara berkembang,
6) etnografi komunikasi.
2. Mikro Sosiolinguistik: adalah studi
tentang bahasa yang dihubungkan dengan sasaran penelitian etnografi komunikasi
seperti: siapa penutur, dengan bahasa apa, siapa mitra tutur, kapan dan dimana
perbicara dan topic pembicaraan. Sehingga muncul adanya : alih kode, campur
kode, interferensi, kedwibahasaan, diglosia, ragam bahasa, variasi bahasa,
idiolek, dialek, integrasi, bilingualisme, pemakaian bahasa di masyarakat.
3. Sosiolinguistik terapan; studi yang
berusaha menerapkan teori sosiolinguitik dari berbagai bidang ilmu dengan
pemakaian bahasa: (1) politik bahasa, (2) pelaksanaan politik bahasa, (3)
pengajaran bahasa yang bilingualisme, (4) perencanaan bahasa untuk pembinaan
dan per-kembangan bahasa.
Masalah Sosiolinguistik yang sering
muncul:
1.
Masyarakat
Bahasa
2.
Bahasa,
Dialek dan Idiolek
3.
Ragam Bahasa
5.
Reperetoire
bahasa
6.
Fungsi
masyarakat bahasa
7.
Etnografi
komunikasi
8.
Sikap Bahasa
9.
Perencanaan
Bahasa
9. Kedwibahasaan
10. Interaksi Sosiolinguistik
11. Bahasa
dan Budaya
III. MASYARAKAT BAHASA
1.
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang
menggunakan sistem tanda ujaran yang sama. Sistem bahasa meliputi sistem bunyi,
sintaksis, dan semantik yang sama.
2.
Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang memakai
kode- kode linguistik yang sama.
IV. Bilingualisme
Istilah
bilingualisme atau kedwibahasaan, maksudnya pemakaian dua bahasa atau lebih
atau orang yang menguasai dua bahasa atau lebih dalam suatu tindak tutur. Jadi
orang yang mampu menggunakan bahasa lebih dari satu disebut berdwibahasa atau
dwibahasawan.
Kedwibahasaan
ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain.
Secara sosiolinguistik, kedwibahasaan (bilingualisme) sebagai penggunaan dua
bahasa, seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain. Maka dari itu,
bilingualisme sangat diperlukan untuk berkomunikasi dalam lingkungan
bermasyarakat atau dapat juga untuk perorangan.
Bilingualisme
adalah praktek penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke
bahasa yang lain oleh penutur. Untuk menggunakan dua bahasa tersebut diperlukan
penguasaan kedua bahasa itu dengan tujuan yang sama. Dengan demikian salah satu
ciri biliungalisme adalah digunakannya dua bahasa atau lebih oleh sekelompok
orang dengan tidak adanya peran tertentu dari kedua bahasa itu. Artinya, kedua
bahasa itu dapat digunakan kepada siapa saja, kapan saja, dan dalam situasi
bagaimana saja
V.
Kode dan Alih Kode
Gambaran
kode dapat diwujudkan dalam hierarki kebahasaan, yaitu tingkat yang teratas
adalah bahasa sedangkan dibawahnya adalah kode (Suwito, 1983: 67). Kode adalah
suatu sistem tutur yang penerapannya serta unsur kebahasaannya mempunyai ciri
khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan tuturnya
situasi tutur yang ada (Poedjosoedarmo dalam Kunjana Rahardi, 2001: 20). Kode
tutur bukanlah merupakan suatu unsur kebahasaan seperti fonem, morfologi, kata,
frasa, atau kalimat melainkan variasi bahasa yang secara nyata digunakan dalam
komunikasi masyarakat pendukungnya.
Alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan
pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa atau bahkan
beberapa gaya dari suatu ragam (Dell Hymes dalam Kunjana Rahardi, 2001: 20).
Hymes membagi alih kode berdasarkan sifatnya menjadi dua yaitu alih kode intern
(internal code switching) dan alih kode ekstern (external code
switching). Alih kode intern yakni yang terjadi antar bahasa daerah dalam
suatu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah atau beberapa ragam
dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Adapun yang dimaksud dengan alih
kode ekstern adalah apabila yang terjadi adalah antara bahasa asing dengan
bahasa asing. Alih kode intern misalnya dari bahasa Jawa beralih ke bahasa
Indonesia. Sedangkan alih kode ekstern misalnya dari bahasa Indonesia beralih
ke bahasa Inggris.
Macam alih kode ada dua, yaitu alih kode permanent, dan
alih kode sementara (Soepomo, 1986: 38).
1). Alih kode permanent apabila seorang pembicara tepat mengganti kode
bicaranya terhadap seorang kawan bicara. Biasanya pergantian semacam ini hanya
terjadi bila ada perubahan radikal dalam kedudukan status sosial, dan hubungan
pribadi antara si pembicara dan lawan bicara.
2). Alih kode sementara ialah alih kode yang dilakukan seorang pembicara
pada waktu penutur (O1) berbicara dengan tingkat tutur biasa dipakai dengan
alasan bermacam-macam, peralihan pemakaian tingkat tutur itu terjadi begitu
saja di tengah-tengah kalimat atau bagian wacananya. Peralihan pemakaian
tingkat tutur begini tidak berlangsung lama, sebab pada waktunya O1 kembali
memakai tingkat tutur yang asli. Alih kode memiliki dua sifat yaitu positif dan
negatif. Bersifat positif apabila tidak mengganggu komunikasi dan bersifat
negatif bila mengganggu komunikasi.
Alih kode ada yang disadari dan tidak disadari oleh penutur. Alih kode yang
tidak disadari oleh penutur adalah biasanya penutur mencari jalan termudah
dalam menyampaikan pikirannya. Sedangkan alih kode yang disadari oleh penutur
karena penutur memiliki maksud-maksud tertentu. Terjadinya alih kode itu
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Fishman dalam Abdul Chaer dan Leonie
Agustina (2004:100), penyebab alih kode dikembalikan pada pokok persoalan
sosiolinguistik, yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa,
kapan dan dengan tujuan apa.
Penyebab
Alih Kode
Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:108) berpendapat bahwa penyebab alih
kode antara lain:
1.
Pembicara atau penutur,
2.
Pendengar atau lawan tutur,
3.
Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,
4.
Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,
5.
Perubahan topik pembicaraan.
Fungsi
alih kode (Suwito) sebagai berikut.:
1. Penutur
(O1)
Penutur
kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena
suatu maksud.
2. Mitra
Tutur (O2)
Setiap penutur
ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur. Dalam masyarakat
multilingual seorang penutur mungkin beralih sebanyak lawan tutur yang
dihadapinya.
3.
Hadirnya Penutur Ketiga
Dua orang
berasal dari etnik yang sama umumnya saling berinteraksi dengan bahasa keluarga
etniknya. Tetapi bila ada orang ketiga dalam pembicaraan itu, dan orang itu
berbeda latar belakang kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih
ke kode bahasa penutur ketiga untuk netralisasi situasi sekaligus menghormati
hadirnya orang ketiga tersebut.
4. Pokok
Pembicaraan (Topik)
Pokok
pembicaraan merupakan faktor yang termasuk dominan dalam menentukan terjadinya
alih kode. Pokok pembicaraan ada dua golongan, yaitu: (1) Pokok pembicaraan
yang bersifat formal, dan (2) Pokok pembicaraan yang bersifat informal.
5.
Membangkitkan Rasa Humor
Alih kode sering
dimanfaatkan oleh pelawak, guru atau pimpinan rapat untuk membangkitkan rasa
humor. Bagi pelawak, untuk membuat penonton merasa puas dan senang. Bagi
pemimpin rapat rasa humor untuk menghilangkan ketegangan yang muncul dalam
memecahkan masalah.
6.
Sekedar Bergengsi
Sebagian penutur ada yang beralih kode
sekedar untuk bergengsi, yang dapat menimbulkan kesan dipaksakan dan tidak
komunikatif. Hal ini terjadi apabila faktor situasi, lawan bicara, topik, dan
faktor-faktor situasi yang lain, menuntut untuk berbicara bahasa yang berbeda
dengan kita yaitu ketika kita berbicara dengan orang asing kita menggunakan
bahasa Inggris.
Jadi alih kode adalah peristiwa peralihan bahasa dari bahasa satu ke bahasa
yang lain, dapat berupa alih kode intern dan alih kode ekstern. Peristiwa
peralihan bahasa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penutur,
mitra tutur, situasi, pokok pembicaraan, hadirnya orang ketiga, maksud tertentu
dan lain sebagainya.
VI. Campur Kode
Campur kode merupakan penggunan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa
lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa. Termasuk di dalamnya
pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan dll (Kridalaksana dalam Markhamah, 2000:
21). Menurut Nababan (dalam PELLBA 2, 1989: 194) jikalau seseorang memakai kata
atau kalimat dari bahasa atau ragam bahasa lain di dalam kerangka penggunaan
sesuatu bahasa atau ragam bahasa tertentu, itu disebut campur kode. Pemilihan
atau penggunaan bahasa dan ragam bahasa hanya ditentukan oleh kebiasaan atau
enaknya perasaan atau mudahnya pengungkapan seorang pengguna bahasa.
Kundharu (2003: 27) berpendapat bahwa campur kode terjadi akibat pemakaian
satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain. Untuk itu campur kode mempunyai
ciri-ciri, yaitu (1) Adanya aspek saling ketergantungan yang ditandai dengan
adanya timbal balik antara peran dan fungsi bahasa. Peran adalah siapa yang
menggunakan bahasa itudan fungsi merupakan tujuan apa yang hendak dicapai oleh
penutur, (2) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasi yang menyisip dalam bahasa
lain tidak lagi mempunyai fungsi sendiri, melainkan menyatu dengan bahasa yang
disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu fungsi, (3) Wujud dari komponen
tutur kode tidak pernah berwujud kalimat, melainkan hanya berwujud kata, frasa,
idiom, bentuk baster, perulangan kata, klausa, (4) Pemakaian bentuk campur kode
tertentu kadang-kadang bermaksud untuk menunjukkan status sosial dan identitas
penuturnya di dalam masyarakat dan (5) Campur kode dalam kondisi yang maksimal
merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa
bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi
bahasa yang disisipinya.
Menurut pendapat Suwito (1983: 76) jika di dalam suatu tuturan terjadi
peralihan dari klausa bahasa yang satu ke klausa bahasa yang lain dan
masing-masing klausa masih mendukung fungsi tersendiri, maka terjadilah
peristiwa alih kode.
Tetapi apabila suatu tuturan baik klausa maupun frasa-frasanya terdiri dari
klausa dan frasa baster, dan masing-masing klausa maupun frasanya tidak lagi
mendukung fungsinya tersendiri, maka akan terjadi peristiwa campur kode. Seperti halnya
alih kode, campur kode juga memiliki dua sifat yaitu positif dan negatif.
Bersifat positif apabila tidak mengganggu komunikasi dan mengarah ke integrasi.
Bersifat negatif apabila mengganggu komunikasi dan mengarah ke interferensi.
Jadi campur kode merupakan penggunaan bahasa lebih dari satu dengan saling memasukkan
unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam unsur bahasa yang lain. Unsur bahasa
tersebut dari tingkat kata sampai klausa. Namun apabila klausa masih mendukung
fungsi tersendiri maka masih dikategorikan peristiwa alih kode, apabila tidak
mendukung fungsi tersendiri maka dikategorikan dalam peristiwa campur kode.
Tipe
Campur kode, yaitu tipe yang berlatar belakang pada sikap (attitudinal type)
dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type). Campur
kode dapat terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara penutur, bentuk
bahasa dan fungsi bahasa Pemilihan bentuk campur kode dimaksudkan untuk
menunjukkan status sosial dan identitas pribadi di dalam masyarakat.
Penutur
melakukan campur kode ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh
pemakai bahasa. Menurut Suwito (dalam Dwi Sutana, 2000: 11) dalam campur kode
ciri-ciri ketergantungan ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara
peranan dan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan
tuturannya.
Fungsi
terjadinya campur kode:
1).
penghormatan,
2).
menegaskan suatu maksud tertentu,
3)
menunjukkan identitas diri
4). memjelaskan pengaruh materi
pembicaraan.
5)
kepentingan komunikasi
6)
hubungan sosial
7)
situasi dalam peristiwa tutur
Campur
kode adalah pemakaian satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang
berbentuk kata, frasa, idiom, bentuk baster, pengulangan kata dan klausa.
Pemilihan atau penggunaan bahasa dan ragam bahasa tersebut tidak ada maksud
tertentu tetapi hanya karena kebiasaan atau mudahnya pengungkapan seorang
pengguna bahasa. Campur kode pada umumnya terjadi suasana santai atau terjadi
karena faktor kebiasaan. Penggunaan campur kode memiliki fungsi yang
berhubungan dengan peranan penggunaan bahasa.
5. Faktor yang
Melatarbelakangi Pemakaian Bahasa
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,
di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
2004: 47). Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur
jika memenuhi syarat 8 komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan
menjadi akronim SPEAKING (Dell Hymes dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
2004: 47). Ke 8 komponen itu adalah
S = Setting amd Scene
P = Participant
E = End: purpose and goal
A = Act Sequences
K = Key: tone or spirit of act
I = Instrumentalities
N = Norms of Interaction and
Interpretation
G = Genres
Setting and Scene.
Disini setting berkenaan dengan waktu dan tempat
tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada tempat dan waktu atau
situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tuturnya berbeda
dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda pula.
Participant adalah
pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa
dan pesapa atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap
dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar.
End yaitu maksud dan hasil percakapan. Suatu
peristiwa tutur itu terjadi pasti maksud dari penutur dan mitra tutur.
Act Sequences yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan
isi percakapan. Bentuk pesan mencakup sebagaimana topik itu dituturkan
sedangkan isi percakapan ini berkaitan dengan persoalan apa yang dikatakan oleh
penutur.
Key yaitu menunjuk pada cara atau semangat
(nada/jiwa) dalam melaksanakan percakapan. Tuturan tersebut akan berbeda antara
serius dan santai, resmi dan tidak resmi, dan lain sebagainya.
Instrumentalities yaitu menunjuk pada jalur percakapan;
apakah secara lisan atau tidak. Jalur percakapan yang digunakan itu dapat
melalui lisan, telegraf, telepon, surat dan lain-lain. Percakapan secara lisan
dapat seperti berbicara, menyanyi, bersiul dan lain-lain.
Norm yaitu yang menunjuk pada norma perilaku
peserta percakapan. Yang termasuk di dalamnya adalah semua kaidah yang mengatur
pertuturan yang bersifat imperatif (memerintah). Misalnya, bagaimana cara
berinterupsi, bertanya, berbicara yang sopan dan sebagainya.
Genres yaitu yang menunjuk pada kategori atau
ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, jenis penyampaian puisi, narasi, doa dan sebaga
Sabtu, 10 Maret 2012

A.
Hipotesi minor.
- A1
VS A2. Antara metode
ceramah dengan metode solusi soal
Ho ; Tidak
Terdapat Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan
metode Ceramah terhadap metode solusi soal.
Ha : Terdapat
Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode Ceramah terhadap metode solusi soal.
Ø Kaidah
Membandingkan Taraf
Signifikasi
ü Jika sign > 0,05,
maka Ho diterima
ü
Jika sign < 0,05, maka
Ho ditolak
Ø
interprestasi
ü
Pada
tabel Descriptive memuat : banyaknya
data tentang nilai matematika masing-masing untuk metode pelatihan dengan
menggunakan metode ceramah=10, metode solusi soal=10, adapun rata-rata nilai
matematika yang diberikan pelatihan dengan menggunakan metode ceramah sebesar =
24,800, dan rata-rata nilai matematika yang
diberikan pelatihan dengan menggunakan metode solusi soal sebesar =43,600
ü Berdasarkan tabel Post Hoc Test Multiple
Comparions diatas metode ceramah
dengan solusi soal diperoleh signifikasi sebesar 0,538>0,05 dan perbedaan
rata-rata(mean difference) sebesar -8,000 yang artinya tidak terdapat perbedaan
rata-rata nilai matematika antara siswa yang diberikan metode ceramah dan solusi soal. Berdasarkan
data di atas menunjukkan nilai rata-rata (mean)kemampuan matematika yang
diberikan pelatihan metode ceramah
sebesar 42,8000, dan nilai rata-rata yang diberikan metode pelatihan solusi soal sebesar 43,6000, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
pengaruh /sama antara metode ceramah dengan
solusi soal’untuk meningkatkan kemampuan
matematika siswa. Adapun standar error nilai matematika siswa yang diberikan
pelatihan metode ceramah dengan metode solusi soal sebesar 1.28668, dan Lower
bound nilai matematika siswa yang
diberikan pelatihan metode ceramah dengan metode solusi soal sebesar
-3,4095. Upper bound nilai
matematika siswa yang diberikan pelatihan metode ceramah dengan metode solusi
soal sebesar 1.8095.
Ø
Kesimpulan
ü Berdasarkan hasil
analisis tersebut dengan membandingkan taraf signifikasi menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar pada mata pelajaran matematika antara siswa yang diberikan
metode ceramah dan metode solusi soal.,maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh /sama antara metode ceramah dengan solusi soal’untuk
meningkatkan kemampuan matematika siswa.
2. A1 Vs A3. Antara
metode ceramah dengan metode diskusi:
Ho ; Tidak
Terdapat Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan
metode Ceramah terhadap metode diskusi.
Ha : Terdapat
Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode Ceramah terhadap metode diskusi.
Ø Kaidah
Membandingkan Taraf Signifikasi
ü Jika sign > 0,05,
maka Ho diterima
ü Jika
sign < 0,05, maka Ho ditolak
Ø Interprestasi
ü Pada
tabel Descriptive memuat : banyaknya data tentang nilai
matematika masing-masing untuk metode pelatihan dengan menggunakan metode
ceramah=10, metode diskusi=10, adapun rata-rata mean nilai matematika yang
diberikan pelatihan dengan menggunakan metode ceramah sebesar =24,800, dan rata-rata nilai matematika yang
diberikan pelatihan dengan menggunakan metode diskusi sebesar =65,000
ü Berdasarkan tabel Post
Hoc Test Multiple Comparions diatas metode ceramah dengan diskusi diperoleh
signifikasi sebesar 0,000<0,05 dan perbedaan
rata-rata (mean difference) sebesar -22,2000 yang artinya terdapat perbedaan
rata-rata nilai matematika antara siswa yang diberikan metode ceramah dan
diskusi dimana A3 lebih tinggi dari pada A1. Berdasarkan data di atas
menunjukkan nilai rata-rata (mean)
matematika yang diberikan metode ceramah sebesar , 42,8000 dan nilai
rata-rata matematika yang diberikan metode diskusi’ sebesar 65,000, maka dapat
disimpulkan bahwa metode pelatihan diskusi’ lebih efektif untuk meningkatkan
kemampuan matematika siswa dibanding dengan metode ceramah. Adapun standar
error nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode ceramah dengan
metode diskusi sebesar 1,28668, dan Lower bound nilai matematika siswa
yang diberikan pelatihan metode ceramah dengan metode diskusi sebesar -24,8095 Upper bound nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode
ceramah dengan metode diskusi sebesar -19.5905.
Ø Kesimpulan
ü Berdasarkan
hasil analisis data secara umum rata-rata kemampuan matematika dilihat dari taraf signifikasi menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan matematika antara
siswa yang diberikan metode ceramah dengan metode diskusi.,Sedangkan bila dilihat berdasarkan perbedaan rata-rata mean, dapat
diketahui bahwa metode diskusi yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan
matematika siswa dibandingkan dengan metode ceramah.
3. A1Vs A4. Antara metode
ceramah dengan kombinasi:
Ho : Tidak Terdapat
Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode Ceramah terhadap metode kombinasi.
Ha : Terdapat
Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode Ceramah terhadap metode kombinasi.
Ø Kaidah
Membandingkan Taraf Signifikasi
ü Jika sign > 0,05,
maka Ho diterima
ü Jika
sign < 0,05, maka Ho ditolak
Ø Interprestasi
ü Pada
tabel Descriptive memuat : banyaknya
data tentang nilai matematika masing-masing untuk metode pelatihan dengan
menggunakan metode ceramah=10, metode kombinasi=10, adapun rata-rata (mean)
nilai matematika yang diberikan pelatihan dengan menggunakan metode ceramah
sebesar =24,8000, dan rata-rata nilai matematika yang diberikan pelatihan
dengan menggunakan metode kombinasi sebesar =81,000.
ü Berdasarkan tabel Post Hoc Test Multiple
Comparions diatas metode ceramah
dengan kombinasi diperoleh signifikasi sebesar 0,000<0,05 dan perbedaan
rata-rata (mean difference) sebesar -38,2000 yang artinya terdapat perbedaan
rata-rata nilai matematika antara siswa yang diberikan metode ceramah dan kombinasi dimana A4 lebih tinggi
dari pada A1. Berdasarkan data di atas menunjukkan nilai rata-rata
(mean)matematika yang diberikan metode ceramah
sebesar 24,8000, dan nilai rata-rata
kemampuan matematika yang diberikan metode kombinasi
sebesar 81,000, maka dapat disimpulkan
bahwa metode pelatihan kombinasi
lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa dibanding dengan
metode ceramah. Adapun standar error
nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode ceramah dengan metode
kombinasi sebesar 1,28668, dan Lower
bound nilai matematika siswa yang
diberikan pelatihan metode ceramah dengan metode kombinasi sebesar -40.8095, Upper bound nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode
ceramah dengan metode kombinasi sebesar -35.5905.
Ø Kesimpulan
ü Berdasarkan
hasil analisis data secara umum rata-rata kemampuan matematika dilihat dari taraf signifikasi menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan matematika antara
siswa yang diberikan metode ceramah dengan metode kombinasi., Sedangkan bila dilihat berdasarkan
perbedaan rata-rata mean dan, dapat diketahui bahwa metode kombinasi yang
paling efektif untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa dibandingkan
dengan metode ceramah.
4. A2 Vs A3. Antara
metode solusi soal dengan metode diskusi
Ho
: Tidak Terdapat Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan
menggunakan metode solusi soal terhadap
metode diskusi.
Ha
: Terdapat Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan
menggunakan metode solusi soal terhadap
metode diskusi.
Ø Kaidah
Membandingkan
Taraf Signifikasi
ü Jika sign > 0,05,
maka Ho diterima
ü Jika sign < 0,05,
maka Ho ditolak
Ø .Interprestasi
ü Pada tabel Descriptive memuat : banyaknya data
tentang prestasi nilai matematika, masing-masing untuk metode pelatihan dengan
menggunakan metode solusi soal=10, metode diskusi=10, adapun rata-rata (mean)
prestasi belajar siswa mata pelajaran matematika yang diberikan pelatihan
dengan menggunakan metode solusi soal sebesar =43,6000, dan rata-rata nilai
matematika yang diberikan pelatihan dengan menggunakan metode diskusi sebesar
=65,000.
ü Pada tabel Post Hoc Test Multiple Comparions diatas metode
solusi soal dengan diskusi diperoleh signifikasi sebesar 0,000<0,05 dan
perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar -21,4000 yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata nilai matematika antara siswa yang diberikan metode solusi
soal dan diskusi dimana A3 lebih tinggi dari pada A2 . Berdasarkan data di atas
rata-rata (mean) nilai matematika yang diberikan metode solusi soal sebesar
45,6000, dan nilai rata-rata nilai matematika yang diberikan metode diskusi
sebesar 65,000, maka dapat disimpulkan bahwa metode diskusi lebih efektif untuk
meningkatkan kemampuan matematika siswa dibanding dengan solusi soal. Adapun
standar error nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode solusi
soal dengan metode diskusi sebesar 1,28668, dan Lower bound nilai
matematika siswa yang diberikan pelatihan metode solusi soal dengan metode
diskusi sebesar -24,0095, Upper bound nilai matematika siswa yang
diberikan pelatihan metode solusi soal dengan metode diskusi sebesar -18,7905.
Ø Kesimpulan
ü Berdasarkan hasil
analisis data secara umum rata-rata kemampuan matematika dilihat dari taraf signifikasi menyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan/nilai matematika antara
siswa yang diberikan metode solusi soal dengan metode diskusi. Sedangkan
bila dilihat berdasarkan perbedaan rata-rata mean, dapat diketahui bahwa metode
diskusi yang paling efektif untuk
meningkatkan kemampuan matematika siswa dibandingkan dengan metode solusi soal.
5. .
A2 Vs A4. Antara mtode solusi soal dengan kombinasi
Ho : Tidak Terdapat
Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode solusi soal terhadap metode kombinasi.
Ha : Terdapat Perbedaan
Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode solusi soal terhadap metode kombinasi.
Ø Kaidah
Membandingkan Taraf Signifikasi
ü Jika sign > 0,05,
maka Ho diterima
ü Jika sign < 0,05, maka
Ho ditolak
Ø Interprestasi
ü Pada
tabel Descriptive memuat : banyaknya
data tentang nilai matematika masing-masing untuk metode pelatihan dengan
menggunakan metode solusi soal=10, metode kombinasi=10, adapun rata-rata (mean)
nilai matematika yang diberikan pelatihan dengan menggunakan metode solusi soal
sebesar =43,6000, dan rata-rata nilai matematika yang diberikan pelatihan
dengan menggunakan metode kombinasi sebesar =81,000.
ü Pada
tabel Post Hoc Test Multiple Comparions diatas metode
solusi soal dengan kombinasi diperoleh signifikasi sebesar 0,000<0,05 dan
perbedaan rata-rata (mean difference) sebesar -37,4000 yang artinya terdapat
perbedaan rata-rata nilai matematika antara siswa yng diberikan metode solusi
soal dan kombinasi dimana A4 lebih tinggi dari pada A2 . Berdasarkan data di
atas rata-rata (mean) nilai matematika yang diberikan metode solusi soal
sebesar 43,6000, dan nilai rata-rata nilai matematika yang diberikan metode
kombinasi sebesar 81,000, maka dapat disimpulkan bahwa metode kombinasi lebih
efektif untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa dibanding dengan solusi
soal. Adapun standar error nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan
metode solusi soal dengan metode kombinasi sebesar 1,28668, dan Lower bound nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode solusi
soal dengan metode kombinasi sebesar -40.0095, Upper bound nilai
matematika siswa yang diberikan pelatihan metode solusi soal dengan metode
kombinasi sebesar -34.7905.
Ø Kesimpulan
ü Berdasarkan hasil
analisis data secara umum rata-rata kemampuan/nilai matematika dilihat dari taraf signifikasi menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan/nilai matematika
antara siswa yang diberikan metode solusi soal dengan metode kombinasi., Sedangkan
bila dilihat berdasarkan perbedaan rata-rata mean, dapat diketahui bahwa metode
kombinasi yang paling efektif untuk
meningkatkan kemampuan matematika siswa dibandingkan dengan metode solusi soal.
6. A3vs
A4 . Antara metode diskusi
dengan kombinasi
.Ho : Tidak
Terdapat Perbedaan Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan
metode diskusi terhadap metode kombinasi.
Ha : Terdapat Perbedaan
Rata-rata nilai pada pelajaran Matematika dengan menggunakan metode diskusi terhadap metode kombinasi
Ø Kaidah
Membandingkan Taraf
Signifikasi
ü Jika sign > 0,05,
maka Ho diterima
ü Jika
sign < 0,05, maka Ho ditolak
Ø Interprestasi
ü Pada tabel Descriptive memuat : banyaknya data
tentang nilai matematika masing-masing untuk metode pelatihan dengan
menggunakan metode diskusi= 10, metode kombinasi= 10, adapun rata-rata nilai
matematika yang diberikan pelatihan dengan menggunakan metode diskusi= 65,000, dan rata-rata nilai
matematika yang diberikan pelatihan dengan menggunakan metode kombinasi sebesar
= 81,000.
ü Pada tabel Post Hoc Test Multiple Comparions
diatas metode diskusi dengan kombinasi diperoleh
signifikasi sebesar 0,000<0,05 dan perbedaan rata-rata (mean difference)
sebesar -16,0000 yang artinya terdapat perbedaan rata-rata nilai matematika
antara siswa yang diberikan metode diskusi
dengan kombinasi dimana A4 lebih tinggi dari pada A3. berdasarkan data di atas rata-rata (mean)
nilai matematika yang diberikan metode
diskusi sebesar 65,000, dan nilai rata-rata matematika
yang diberikan metode kombinasi
sebesar 81,000, maka dapat disimpulkan bahwa
metode kombinasi lebih efektif
untuk meningkatkan kemampuan matematika siswa dibnding dengan metode diskusi. Adapun standar error
nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode diskusi dengan metode
kombinasi sebesar 1,28668, dan Lower
bound nilai matematika siswa yang
diberikan pelatihan metode diskusi dengan metode kombinasi sebesar -18,6095, Upper bound nilai matematika siswa yang diberikan pelatihan metode
diskusi dengan metode kombinasi sebesar -13.,3905,.
Ø Kesimpulan
ü
Berdasarkan
hasil analisis data secara umum rata-rata kemampuan matematika dilihat dari taraf signifikasi menyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan/ nilai matematika
antara siswa yang diberikan metode solusi soal dengan metode diskusi., Sedangkan
bila dilihat berdasarkan perbedaan rata-rata mean, dapat diketahui bahwa metode
kombinasi yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan matematika
siswa dibandingkan dengan metode diskusi.
B.
Hipotesis mayor
Ø Hipotesis
HO:
variansi kelompok populasi adalah sama
HA:
variansi kelompok populasi adalah berbeda
Ø
Berdasarkan data tersebut maka dapat di lakukan pengujian
hipotesis dengan membandingkan taraf signifikansinyadan diperoleh nilai
signifikansi sebesar = 0,798 ? 0,05, karena signifikansinya lebih besar dari
yang di tetapkan maka HO di terima dan HA ditolak, artinya ke empat (4)
fariansi kelompok adalah sama Setelah variansi keempat kelompok adalah sama,
kemudian di lanjutkan dengan UJI ANOVA untuk mengetahui apakah keempat metode
pelatihan matematika itu mempunyai efektifitas yang sama atau berbeda yang akan
di buktikan dengan cara pengujian hipotesis.
HO: tidak
dapat perbedaan rata-rata prestasi belajar pada mata pelajaran matematika
antawa siswa yang di beri pelatihan denagn metode ceramah, solusi soal, diskusi
dam kombinasi.
HA:
terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar pada mata pelajaran matematika
dengan metode ceramah, solusi soal, diskusi dan kombinasi.
Ø
kaidah
Berdasarkan data diatas maka dapat
dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan cara membandingkan taraf
signifikansi dengan galatny.
Ø
Jika
sign > 0,05, maka Ho diterima
Ø
Jika
sign < 0,05, maka Ho ditolak
Ø
Berdasarkan table anova di peroleh signifikansi 0,000 ? 0,05, maka
HO ditolak dan HA di terima, artinya terdapat perbedaan prestasi belajar
matematika antara siswa yang di beri pelatihan dengan metode ceramah, solusi
soal, diskusi dan kombinasi. Dan perbedaan rata-rata (mean difference) dapat
dilihat di bawah ini.
C. SINTERPRETASI
Ø
Pada table deskriptiv memuat : banyaknya data tentang prestasi
nilai matematika masing-masing dengan menggunakan metode ceramah =10. Metode
solusi soal =10. Metode diskusi =10. Dan mitode kombinasi = 10. Adapun data
ata-rata (mean) prestasi nilai matematika yang di beri pelatihan dengan
menggunakan metode ceramah sebesar = 42,800, rata-rat (mean) prestasi nilai
matematika yang di beri pelatihan dengan menggunakan metode sosusi soal sebesar
= 43,600, rata-rata (mean) nilai matematika yang di beri pelatihan dengan
menggunakan metode diskusi sebesar =65,000, dan rata-rat (mean) prestasi
belajar siswa yang di peri pelatihan dengan menggunakan metode kombinasi
sebesar = 81,000.
Ø
Pada table tes of homogeneity of fariances memuat data analisis
uji kehomogenan varian populasi dan taraf signifikan.
Ø
Pada table post hoc-SCHEFFE
di gunakan untuk mengetahui perbedaan
Rata-rata (mean difference) kemampuan
matematika antara siswa yang di berikan metode ceramah, solusi soal, diskusi
dan kombinasi adan perbedaan rata-rata (mean difference) tersebut dapat dilihat
di bawah ini.
Ø Berdasarkan
analisis dari post hoc Tes pada
table multiple comparation, maka
dapat di interpretasikan sebagai berikut..
a.
Perbedaan rata-rata kememapuan matematika antara siswa yang di berikan
pelatihan dengan metode ceramah dan solusi soal sebesaar = -0,800. Hal ini
menunjikkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan
matematika antara siswa yang di beri pelatihan dengan metode ceramah dan metode
solusi aoal. Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan matematika siswa yang di
berikan pelatihan metode ceramah
sebesar = 24,800, dan nilai kemampuan rata-rata marematika siswa yang di beri
pelatihan metode solusi soal sebesar
= 43,600, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan metode ceramah tidak efektif
untuk meningkatkan kemampuan matemaatika siswa di bandingkan dengan metode
solusi soal.
b.
Perbedaan rata-rata kemampuan matematika antara siswa yang di beri pelatihan
dengan metode ceramah dengan metode diskusi sebesar = -22,200, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan matematika antara siswa
yang di berikan pelatihan denagn metode ceramah denagn metode diskusi. Berdasarkan
nilai rata-rata kemampuan matematika siswa yang di berikan pelatihan metode ceramah sebesar = 24,800, dan nilai rata-rata kmampuan matematika siswa
yang di beri pelatihan metode diskusi
sebesar = 65,000, maka dapat disimpulkan bahwa metode pelatihan diskusi lebih
efektif untu meningkatkan kemampuan matematika siswa di bandingkan dengan
metode ceramah.
c.
Perbedaan rata-rata kemampuan matematika antara siswa yang di beri pelatihan
dengan metode ceramah dengan metode kombinasi sebesar = -38,200 hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemapuan matematika antara
siswa yang di berikan pelatihan denagn metode ceramah denagn metode kombinasi.
Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan matematika siswa yang di berikan
pelatihan metode ceramah sebesar =
24,800 dan nilai rata-rata kmampuan
matematika siswa yang di beri pelatihan metode kombinasi sebesar = 81,000 maka dapat disimpulkan bahwa metode
pelatihan diskusi lebih efektif untu meningkatkan kemampuan matematika siswa di
bandingkan dengan metode kombinasi.
d. Perbedaan rata-rata kemampuan matematika
antara siswa yang di beri pelatihan dengan metode solusi soal dengan metode diskusi
sebesar = -21,400 hal ini menunjukkan bahwa terdapat signifikan yang rata-rata
kemapuan matematika antara siswa yang di berikan pelatihan denagn metode
ceramah denagn metode diskusi. Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan matematika
siswa yang di berikan pelatihan metode solusi
soal sebesar = 43,600 dan nilai
rata-rata kmampuan matematika siswa yang di beri pelatihan metode diskusi sebesar = 65,000 maka dapat
disimpulkan bahwa metode pelatihan diskusi lebih efektif untu meningkatkan
kemampuan matematika siswa di bandingkan dengan metode solusi soal.
e.
Perbedaan rata-rata kemampuan matematika antara siswa yang di beri pelatihan
dengan metode solusi soal dengan
metode kombinasi sebesar = -37,400,
hal ini menunjukkan bahwa terdapat signifikan yang rata-rata kemapuan
matematika antara siswa yang di berikan pelatihan denagn metode ceramah denagn
metode diskusi. Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan matematika siswa yang di
berikan pelatihan metode solusi soal
sebesar = 43,600 dan nilai rata-rata
kmampuan matematika siswa yang di beri pelatihan metode kombinasi sebesar = 81,000 maka dapat disimpulkan bahwa metode pelatihan
kombinai lebih efektif untu meningkatkan kemampuan matematika siswa di
bandingkan dengan metode solusi soal.
f .
Perbedaan rata-rata kemampuan matematika antara siswa yang di beri pelatihan
dengan metode kombinasi dengan metode diskusi
sebesar = 16,000 hal ini menunjukkan bahwa terdapat signifikan yang rata-rata
kemapuan matematika antara siswa yang di berikan pelatihan denagn metode
ceramah denagn metode diskusi. Berdasarkan nilai rata-rata kemampuan matematika
siswa yang di berikan pelatihan metode diskusi
sebesar = 65,000, dan nilai rata-rata
kmampuan matematika siswa yang di beri pelatihan metode kombinasi sebesar = 81,000 maka dapat disimpulkan bahwa metode
pelatihan kombinsi lebih efektif untu meningkatkan kemampuan matematika siswa
di bandingkan dengan metode diskusi.
- Kesimpulan
data mayor
Ø Berdasarkan hasil
analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum rata-rata nilai pada
pelajaran Matematika antara siswa yang diberikan metode Ceramah, Solusi Soal, Diskusi, dan Kombinasi adalah berbeda atau dengan kata lain terdapat perbedaan
yang signifikan rata-rata nilai pada pelajaran Matematika antara siswa yang
diberikan pelatihan dengan metode Ceramah,
Solusi Soal, Diskusi, dan Kombinasi.
Ø Sedangkan bila dilihat
berdasarkan perbedaan rata-rata (Mean
Difference) nilai Matematika antara siswa yang diberikan pelatihan dengan
menggunakan metode Ceramah dengan
metode Solusi Soal dengan metode Diskusi dan metode Kombinasi.
Maka dapat diketahui
bahwa metode Kombinasi yang paling
efektif untuk meningkatkan nilai matematika siswa dibandingkan dengan metode Ceramah, Solusi Soal, Diskusi. Jika
dilihat dari tingkat keefektifannya untuk meningkatkan nilai pada pelajaran
Matematika maka dapat di urutkan mulai dari metode yang paling tidak efektif yaitu
metode Ceramah, Solusi Soal, Diskusi dan
yang paling efektif adalah metode Kombinasi.
Ø Berdasar analisis ini,
maka dalam rangka meningkatkan nilai Matematika dianjurkan untuk menggunakan
metode Kombinasi, karena telah
terbukti keefektifannya untuk meningkatkan nilai pada pelajaran Matematika
dibandingkan dengan metode Ceramah,
Solusi Soal, dan Diskusi.
II.
Kesimpulan
Data Mayor
Ø
Berdasarkan
hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum rata-rata
kemampuan matematika yang diberikan pelatihan dengan metode ceramah, solusi
soal, diskusi, dan kombinasi, adalah
berbeda atau dengan kata lain terdapat
perbedaan yang signifikasi rata-rata kemampuan matematika yang diberikan
pelatihan dengan menggunakan metode ceramah, solusi soal, diskusi, dan kombinasi’. Sedangkan
bila dilihat berdasarkan perbedaan rata-rata (mean) tabel descriptives
kemampuan matematika yang diberikan metode ceramah, solusi soal, diskusi, dan kombinasi’, maka dapat diketahui bahwa
metode kombinasi yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan
matematika siswa dibandingkan dengan metode ceramah, solusi
soal, dan diskusi’.
III.
Kesimpulan keseluruhan Data Minor Dan Mayor
Ø Jika dilihat dari data mayor dan minor saya dapat menyimpulkan keseluruan,
bahwa dalam rangka meningkatkan kemapuan
matematika siswa dianjurkan untuk menggunakan metode kombinasi karena
metode kombinasi terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan/nilai
matematika siswa dibandingkan dengan metode ceramah, solusi
soal, dan diskusi’.
Langganan:
Postingan (Atom)